Full time mom or working mom? Sepertinya dua kalimat itu selalu menjadi permasalahan banyak orang. Kamu melahiran normal atau caesar? Asi atau susu formula? Dan lain sebagainya yang banyak diperdebatkan kalangan emak-emak zaman now. Padahal percayalah, setiap keputusan pasti memiliki alasan dan perjuangannya masing-masing.
Aku yang bercita-cita tinggi. Aku yang ingin menjadi wanita karir. Aku yang ingin melakukan banyak hal. Pada akhirnya keinginanku hanyalah merawat anak-anakku. Ya, semua keinginanku di masa mudaku berubah, setelah bahagianya melihat tanda garis dua yang mengubah hidupku.
Aku tak ingin lagi menjadi wanita karir, yang aku inginkan hanyalah menjadi madrasah pertama terbaik untuk anakku. Aku rela melepaskan pekerjaanku, dengan waktu 24 jamku bersama anakku. Tak ingin rasanya sedetik pun aku melewatkan masa-masa terbaik bersama anakku.
Bimbang : Working Mom atau Full Time Mom?
Menurutku tidak ada yang salah dengan menjadi full time mom ataupun working mom. Apapun pilihan yang kita ambil, aku yakin semua beralasan.
Membahas ini, tiba-tiba aku teringat drama korea 18 Again di mana pemeran wanita yang melepas cita-citanya untuk mengurus anak-anak kembarnya. Ketika dia memiliki kesempatan untuk meraih cita-citanya, justru harus mengalami kesulitan dengan opini masyarakat dan lingkungan kerja yang tidak mendukung dengan statusnya sebagai wanita berumur yang memiliki dua anak. Karena di Korea, peran Ibu itu sangat penting dalam pendidikan anak.
Pun setiap kali aku mendapat tawaran pekerjaan, sebenarnya ada rasa ragu-ragu untuk menolak. Aku masih tergiur dengan melanjutkan karirku, mempunyai penghasilan sendiri, dan terlihat keren di depan orang, kalau aku tidak hanya seorang ibu rumah tangga yang kerjanya mengurus urusan rumah.
Pernah saat Kun, anak pertamaku berumur 6 bulan, aku mendapat tawaran menjadi Project Control di Proyek Begawan, Malang. Dengan penuh pertimbangan yang panjang, meminta pendapat suami dan keluarga, akhirnya aku mengambil tawaran tersebut. Tapi, sungguh teriris-iris rasanya hati ini karena setiap pagi harus menitipkan anakku untuk diurus orang lain. Setiap hari aku harus bertemu anakku ketika ia ingin tidur.
Tidak ada waktu bermain. Tidak tahu perkembangan apa yang sudah ia lakukan seharian ini. Dan yang paling tidak bisa aku bayangkan adalah ketika aku harus menjadi nomer dua yang dia cari setelah pengasuhnya. Jadilah, aku hanya bertahan 3 bulan menjadi working mom. Hahaha
Alasan Mommy Memutuskan Menjadi Working Mom
Dari beberapa narasumber yang aku baca, serta pengalaman yang aku rasakan saat menjadi working mom, ada 3 hal kenapa mommy memilih menjadi working mom, diantaranya :
1.
Me Time, bekerja dapat mengalihkan perhatian sejenak dari rutinitas keluarga, dan kembali ke rumah dengan perasaan senang. Honestly, ini aku rasain banget. Aku benar-benar merasakan “me time” dengan mengalihkan rutinitas seorang ibu rumah tangga ke rutinitas kantor. Serta, ketika jam kerja usai aku buru-buru pulang, bersemangat ingin bertemu anakku.
2.
Sosialisasi, ketika aku menjadi working mom bertemu rekan kerja, klien bergaul dengan mereka, adalah hal yang bisa menambah wawasanku, aku bisa berbincang dan bertemu banyak karakter di luar kehidupanku sebagai seorang Ibu. Menyenangkan memang, ketika aku bisa bersosialisasi dengan dunia luar.
3.
Memiliki penghasilan sendiri, memang penghasilan suami sudah lebih dari cukup, Alhamdulillah. Akan tetapi, aku tipe yang sungkan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dengan hasil keringat suami, jadi salah satu alasan kenapa aku memilih menjadi working mom adalah dengan memiliki penghasilan sendiri aku bisa memenuhi kebutuhan sekunderku dan anak-anakku.
Ibuku pernah berpesan memang, jauh sebelum aku berkeluarga, bahwa tetaplah bekerja meski sudah menikah, supaya kamu bisa mempunyai penghasilan sendiri.
Menjadi Full Time Mom? Siapa takut!
Percayalah, kenikmatan tiga hal yang membuatku ingin menjadi working mom, sirna ketika kamu menyadari betapa berharganya waktu yang dibutuhkan untuk membersamai anak kita.
Dibanding mengejar karir, aku lebih ingin mendidik anakku dengan tanganku sendiri. Walaupun tidak sedikit yang meng-underestimate pilihanku. "Sekolah tinggi-tinggi cuma ngurus anak", "Buat apa ijazah S1, kalau cuma untuk ngurus anak?" hahaha pernyataan-pernyataan lucu seperti itulah yang kerap aku dengar.
Aku selalu meyakinkan diriku bahwa Janji Allah itu benar. Aku yakin tidak ada yang sia-sia. Aku sekolah tinggi untuk mendidik anak-anakku dengan baik. Aku menjadi sarjana agar kelak anak-anakku menginginkan hal yang sama, yaitu menjadi seorang sarjana. Apalagi orang tua adalah role mode bagi anak-anaknya. Terutama ibu, yang intensitas kebersamaannya lebih sering dibandingkan Ayah.
Menjadi full time mom bukan berarti aku tidak bisa merasakan kenikmatan-kenikmatan yang dirasakan oleh seorang working mom. Bagaimana caraku menikmatinya?
Me Time ala Full Time Mom
Mungkin jika ditanya berapa lama jam kerja seorang full time mom mengurus rumah, akan terjawab bahwa 24 jam adalah waktu yang dibutuhkan untuk seorang full time mom hihi. Lalu bagaimana aku menikmati "Me Time" ku?
Aku tipe orang yang selalu ingin belajar, ingn menyibukan diri dengan hal-hal yang aku sukai. Aku mulai mencari kelas-kelas yang bias mengembangkan daya pikirku. Karena rutinitasku hanya dengan Kun di tanah rantau. Aku hanya bisa berbincang dengan suamiku di malam hari. Oleh karena itu, aku butuh kelas online yang bisa mengalihkanku, dan mengembangkan diriku.
Beruntung, suatu ketika aku melihat postingan seorang teman yang mengikuti Bengkel Diri. Segera setelah mencari info, aku mendaftar untuk kelas Bengkel Diri. Selain Bengkel Diri, aku pun mengikuti kelas Agama HSI.
Alhamdulillah setiap malam, saat anak-anak sudah tertidur, tugas domestik selesai, aku bisa menikmati "waktu-ku" dengan mengikuti kelas online. Ditambah saat ini me time ku bertambah dengan mengikuti kelas
Blogspedia Coaching for Newbie. Waktu tidurku memang berkurang, tetapi aku tenggelam menikmatinya.
Jadi, siapa bilang full time mom susah untuk bisa me time?
Bersosialisasi adalah Support System Bagi Seorang Full Time Mom
Bukan berarti seorang full time mom tidak bisa bersosialisasi dengan rekan-rekannya. Beruntung aku menjadi seorang full time mom di era digital ini. Meski aku di tanah rantau, aku memiliki banyak teman virtual dari berbagai komunitas yang aku ikuti.
Meski tak saling menatap, mereka adalah support system untukku. Aku mengenal mereka, aku belajar banyak dari mereka, dan mereka membuatku terlihat kecil. Kenapa? karena mereka membuatku menyadari betapa tidak ada apa-apanya aku yang suka mengeluh ini.
Mereka mampu memberikan aku positive vibes. Mengingatkan aku, betapa pentingnya kewajiban utama seorang Ibu, yaitu menjadi madrasah pertama untuk anaknya.
Aku bersyukur, meski aku hanya di rumah mengurus suami dan anakku, akan tetapi aku memiliki teman dari sabang sampai merauke. Dari mereka aku mengenal banyak karakter, banyak sifat, dan mengenal banyak macam budaya.
Bersosialisasi dengan mereka adalah support system paling penting dalam menjalani tugasku sebagai seorang Ibu. Mereka adalah inner cyrcle yang membuatku terus berkembang dan berpikiran positif.
Siapa Bilang Full Time Mom Tidak Bisa Memiliki Penghasilan Sendiri?
Dari zamannya masih singlelillah, keingananku adalah memiliki bisnis sendiri. Ada saatnya dulu aku merasa, bekerja pada suatu perusahaan, membuat pendapatan kita sangat bergantung. Apalagi dengan posisiku yang karyawan kontrak Porject. Setelah selesai satu proyek, aku selalu kebingungan dan ketakutan tidak akan terpakai lagi.
Oleh karenaya, sempat aku mencoba untuk berjualan online. Tapi masyaa Allah, saat itu aku masih menanamkan mindset negatif kalau "Aku Tidak Bisa Berbisnis". Hal itu membuatku mandeg di tengah jalan.
Sampai akhirnya, jiwa yang masih menginginkan"memiliki penghasilan sendiri" ini, bertekad ingin mulai belajar berbisnis. Bukan. Bukan karena nafkah yang diberikan suamiku tidak cukup. Akan tetapi, aku ingin memfasilitasi pendidikan anak-anakku, mensupport kebutuhan sekunder anak-anakku dengan uang yang aku hasilkan sendiri.
Aku mulai mencari-cari apa yang cocok yang bisa aku jadikan bisnis pertamaku. Lucunya, setiap kali ada teman yang memposting "Open Reseller", aku mendaftarkan diriku untuk bergabung menjadi reseller mereka.
Sampai suatu ketika, aku mencoba mencari tagar #OpenReseller di Instagram. Entah ini yang dinamakan jodoh atau bukan, aku langsung klik untuk bergabung menjadi Reseller Tigaraksa pada Januari 2019 lalu. Berawal dari, keinginanku untuk memiliki salah satu produk yang dijual oleh Tigaraksa, yaitu Hafiz Doll.
Semenjak Kun masih dalam kandungan, ingin rasanya aku memiliki Hafiz Doll ini agar Kun bisa mendengarkan Murotal tanpa menggunakan HP. Yang mana jika aku memutar muratal menggunakan Handphone, radiasinya akan tidak baik untuk Kun yang masih dalam kandungan. Tapi apalah daya, pemikiranku masih sempit waktu itu yang menganggap Hafiz Doll mahal hihi
Setelah bergabung, justru Smart Hafiz adalah produk Tigaraksa pertama yang aku berikan untuk Kun. Saat itu, usia Kun 1.5 tahun. Masih terbayang bagaimana bahagianya Kun memainkan Smart Hafiz hehehe.
Enam bulan menjadi Reseller aku mencoba memberanikan diriku mendaftar menjadi Educational Product Consultant (EPC) Tigaraksa. Di Tigaraksa inilah aku menemukan yang namanya "Keluarga". Banyak orang-orang hebat di sana.
Bermula tujuan awalku adalah mencari penghasilan, di Tigaraksa tujuanku berubah. Aku ingin menebarkan manfaat product-product Tigaraksa yang aku rasa bagus banget untuk pendidikan anak-anak kita. Bahkan jangan salah, aku belajar tahsin dan Sirah Nabawiyah dari sebuah Samart Hafiz anakku hahaha
Tigaraksa juga sama sekali tidak pelit ilmu. Trainning gratis yang bertubi-tubi, yang aku dapatkan dari Tigaraka, membuatku selalu ingin mengosongkan gelasku. Tidak hanya trainning soal memasarkan product. Trainning bertema agama, training parenting, juga Tigaraksa sediakan untuk kami.
Saat ini pun, aku sedang menjalani Gen-Q Academy, guna menunjang kualitasku sebagai EPC Tigaraksa.
Memutuskan menjadi Full Time mom itu tidak mudah untukku. Akan tetapi, jika kita mau berusaha, mau terus belajar,pun kita masih bisa mengembangkan diri sembari mengurus anak. Aku benar-benar menikmati saat-saat aku bisa membersamai anak-anakku, tetapi dengan waktu yang sama, aku juga bisa "me time", bersosialisasi, dan memiliki penghasilan sendiri, ala full time mom seperti aku.
Maukah kalian para full time mom, mengembangkan diri dan menebar produk bermanfaat bersama Tigaraksa? Gabung menjadi
Reseller Tigaraksa yuk 😊
Aku selalu bertanya-tanya dan penasaran bagaimana jadinya nanti setelah aku menikah dan memiliki anak? Aku suka bekerja, aku suka investasi pengalaman. Apakah aku juga akan melepas karirku?
ReplyDeleteHmmm membaca tulisanmu ini membuatku punya pandangan yang lebih luas mengenai pilihan antara working mom and full time mom. Uwuuu daebak! Makasi kak atas pencerahannya.
Aha Tepung Terigu ! hihihi nanti kalau sudah bisa pegang tangan mungil pasti tau jawabannya heheheh
ReplyDeletemakasih yaa udah mampir wkwkwk
Baca postingan ini aku jadi teringat sama kata-katanya mbak Najwa Shihab pas ditanya milih karir atau ibu rumah tangga
ReplyDeleteAku juga mikirnya gitu, sungkan kalau minta dibeliin kebutuhan sekunderku. Berharap jdi working mom atau full time mom tetap punya penghasilan sendiri.
ReplyDeleteDulu aku juga pernah mikir koq mau2nya jadi full time mom, nggak sayang apa sama ijazahnya? setelah bertambahnya pertemanan dari berbagai kalangan, aah aku tidak mau menjudge pilihan orang lain. Apapun kehidupan orang lain, iya itu urusan mereka. Aku sebagai orang luar, nggak usah sok paling bener hidupnya hehehe
Aku pun sempat dilema ketika harus memutuskan apakah harus tetap bekerja atau resign saja. Namun pilihanku menjadi mantap untuk resign, banyak alasan banyak pertimbangan. Tentu setiap keluarga punya alasan masing-masing yang tidak bisa dipukul rata. Welcome to be full and produktive mom mbak. Aku juga reseller tiga raksa loh, tapi dari team idea. Semangaatttt
ReplyDeletebener banget bahkan banyak mommy yang harus menjadi tulang punggung, mereka pun hebat... hihi
Deletewah ada keluarga tigaraksa juga, aku save nomermu ya mba hihi
Aku pengen ditengah-tengah mba, full time mom tapi masih bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menghasilkan hehe
ReplyDeleteSaya pernah dalam posisi ini dari anak 1 sampai anak ke 4. Kemudian panggilan kampus mengharuskan saya kembali mengajar, tapi tidak full time. Ya itung2 mengamalkan ilmu dan mengabdi pada almamater. Btw, wahai ibu, setiap pilihan dalam hidup akan dihisab. So, pilihlah yang Allah rida. Yang penting semua kewajiban terlaksana. Semangat!
ReplyDeleteMasyaa Allah seorang ibu yang sangat menginspirasi. Saat ini aku suka berpikir, kira-kira nanti kalau sudah menikah dan punya anak, aku bisa enggak ya menjalani dua peran? Peran di ranah publik dan peran di ranah domestik. Terima kasih udah sharing
ReplyDeletembak deaaaa 🤗🤗 pertama kali memutuskan resign, ngga mudah juga buatku. dan meskipun jadi stay at home mom itu udah pilihanku, tapi perlu waktu juga untuk bisa 'shine bright like a diamond' dengan pilihan itu hahaha
ReplyDelete
ReplyDeleteKeren banget mba Dea. Ketika kita melepas sesuatu karena ingin menjadi full time mom Allah memberikan jalan untuk berkarya yang ga pernah disangka ya mba..
Pilihan yang sangat bijak, semoga keluarganya semakin penuh limpahan kasih sayang ya
ReplyDelete