Konten [Tampil]
Dari tahun ke tahun, masa ke masa suasana Idul Fitri menurut saya semakin berbeda. Perbedaan jaman pun berpengaruh. Meskipun ada yang masih bisa dipertahankan, akan tetapi ada juga tradisi yang hilang. Ditambah lagi sudah dua kali Idul Fitri kita jalani di tengah pandemic. Tahun ini, giliran saya yang harus menjalani Idul Fitri jauh dari orang tua dan keluarga besar karena tidak bisa mudik. Hal ini, membuat saya mengenang kembali masa-masa Idul Fitri ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ya, masa-masa Idul Fitri di era ‘90an. Siapa nih, temen blogger yang juga anak tahun ‘90an? Ada yang samaan tradisinya seperti tradisi Idul Fitri ‘90an yang saya alami? Simak, yuk!
Pulang Kampung alias Mudik Saat Idul Fitri
Mudik menjadi agenda wajib bagi kebanyakan masyarakat Indonesia saat merayakan Idul Fitri. Mereka yang berada di tanah rantau jauh-jauh hari menyiapkan rencana mudik. Menyiapkan tanggal, menyiapkan tiket, bahkan menyiapkan buah tangan untuk sanak keluarga di kampung. Mudik baru saya rasakan pertama kali, saat saya kuliah. Kebetulan saya kuliah di tanah rantau. Wah, dari kejar tiket travel sampai tiket kereta api jauh-jauh hari demi bisa pulang ke kampung halaman merayakan Idul Fitri bersama keluarga.
Sedihnya, tahun ini ketika saya sudah berkeluarga, untuk pertama kalinya saya tidak bisa memboyong keluarga saya merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar tercinta di kampung halaman. Karena memang di masa pandemic ini, ada larangan mudik yang digalakan oleh Pemerintah.
Akan tetapi, di era ‘90an saya pun belum pernah merasakan mudik. Kebetulan keluarga semua satu kampung hihihi. Jadi, saat lebaran Idul Fitri kami sekeluarga tidak ada yang pergi mudik untuk mengunjungi keluarga besar. Hanya saja, setiap kali lebaran yang saya tunggu adalah kepulangan kakak saya yang sedang bekerja di tanah rantau. Menunggu kepulangannya, menunggu baju baru yang akan kakak berikan untuk saya, dan yang pasti menunggu angpao uang baru hahaha. Apa nih cerita mudik kalian?
Baju Baru Merayakan Idul Fitri
Salah satu sunnah saat idul Fitri adalah mengenakan pakaian terbaik. Akan tetapi, banyak sekali masyarakat Indonesia yang memaknai pakaian terbaik adalah pakaian terbaru. Padahal, pakaian terbaik tidak harus baru loh.
Saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, banyak sekali baju baru yang Ibu belikan untuk saya pakai di hari raya. Bisa 3 sampai 5 pasang. Masing-masing pakaian dipakai saat malam takbiran, saat shalat idul fitri, dan saat sungkeman. Jadi, dalam sehari memakai pakaian yang berbeda hahaha.
Biasanya mendekati Idul Fitri, Mall, toko baju, toko sepatu, ramai akan pengunjung yang akan merayakan Idul Fitri. Berbondong-bondong mereka sibuk memilih pakaian yang akan dikenakan saat hari raya Idul Fitri. Begitu juga dengan kami. Bahkan, saya dan keluarga harus ke Kota tetangga untuk membeli baju baru. Karena kebetulan di kota kami tidak ada Mall saat itu. Ya, kami harus berburu baju baru di Mall Matahari. Mall Matahari ini, Mall favorite anak ‘90an loh. Khususnya kami yang tidak tinggal di kota besar. Ada yang samaan?
Semakin bertambahnya usia, pakaian baru bukanlah hal yang wajib saya beli. Sampai dengan saat ini, ketika saya memilik anak, saya tidak mengajarkan atau membiasakan mereka untuk memiliki banyak pakaian baru untuk merayakan Idul Fitri. Agar nantinya mereka paham, kalau Idul Fitri tidak harus dirayakan dengan mengenakan pakaian baru.
Malam Takbiran Menjelang Idul Fitri
Siapa nih, anak 90-an yang dapat uang banyak saat malam takbiran? Hahaha. Sungguh, malam takbiran selalu saya nanti. Kenapa? Karena malam takbiran saatnya “Ngumpulin Uang Time” :D. Di saat kebanyakan orang sibuk menunggu takbir keliling. Anak-anak di kampung halaman saya sedang bersiap untuk sungkeman keliling rumah.
Sedari sore saya bersiap diri dengan mandi dan mengenakan pakaian baru, agar saat magrib tiba ketika teman-teman saya menjemput untuk sungkeman saya sudah siap dan tinggal pergi. Tak lupa, tas untuk mengumpulkan uang sudah saya siapkan. Kalau dipikir-pikir ya ampun konyolnya saat itu hahaha. Kami, anak-anak kampung keliling mengunjungi rumah demi rumah untuk sungkeman berharap mendapat uang baru dari penghuni rumah. Bahkan, saat itu kami juga memilih-milih rumah mana sekiranya yang akan memberi kami uang :D. Kalian gitu juga engga, sih?
Penasaran juga, tradisi ini siapa yang pertama kali lakuin, ya? Wkwkwk. Tapi, sekarang sudah jarang sekali anak-anak yang keliling rumah saat malam takbiran. Mungkin lambat laun tradisi ini akan hilang di kampung halaman saya.
Ketupat, Opor, dan Rendang Masakan Khas Idul Fitri
Apa makanan yang biasa jadi tradisi di rumah kalian saat Idul Fitri? Keluarga kami biasanya masak ketupat, opor, dan rendang. Pagi buta, H-1 idul Fitri saya dan Ibu sudah bersiap untuk berburu ketupat ke pasar besar. Biasanya, pasar penuh sesak dengan pemburu ketupat, ayam, dan daging. Kami pun naik becak ke pasar agar tidak repot dengan bawaan yang banyak. (BTW, masih ada becak engga sih, di tempat kalian yang dijadikan alat transportasi?)
Setelah selesai belanja, siangnya saya membantu Ibu mengisi ketupat dengan beras. Teringat kala itu, Ibu selalu mengomel memastikan beras yang terisi ke dalam ketupat “pas” tidak terlalu penuh tidak terlalu sedikit. Agar ketupat yang dihasilkan matang sempurna dan tidak bau. Setelah selesai mengisi ketupat, selebihnya kami serahkan Ibu yang menyelesaikan memasak. Kami tinggal makan hahaha. Padahal Ibu selalu begadang sampai tidak tidur menyiapkan semuanya.
Dan tahun ini, itulah yang saya rasakan. Begadang dan hanya tidur 1 jam! Karena tidak bisa pulang kampung, mau tidak mau untuk pertama kalinya, saya menyiapkan sendiri makanan untuk Idul Fitri. Dari mulai membuat ketupat, opor, sampai rendang. Melelahkan ternyata, tapi karena pertama kalinya, menjadi challenge tersendiri untuk saya.
Ibu, maafkan anakmu yang selalu nongkrong saat malam takbiran, di saat engkau begadang menyiapkan semuanya. T.T
Lets Go! Belanjain, uang angpao!
Nah ini, salah satu yang dirinduin juga sih saat Idul Fitri era 90-an di kampung halaman. Setelah shalat ied, sungkeman dengan keluarga, dan makan ketupat, saya dan beberapa teman sudah merencanakan untuk ke pasar hanya untuk membeli bakso, es campur, dan ice cream :D (Saat itu, di kampung halaman kami jarang sekali loh yang jual ice cream Walls kebanggan anak 90-an hihi. Sekarang, warung-warung kecil pun sudah bisa menjual berbagai merk ice cream)
Ya, biasanya kami berjanjian berkumpul dan pergi ke pasar membelanjakan uang angpao yang semalam kami kumpulkan. Part yang paling bikin rindu adalah kami ke pasar naik becak, dalam satu becak berisi 6 anak di dalamnya. Bisa ngebayangin gimana posisi kami di becak yang tempat duduknya hanyak muat 2-3 orang? Jadi, kami duduk 2 anak di atas, 2 anak di tengah, dan 2 anak di bawah. Posisi ini sudah biasa di era 90-an yang belum ada ojek online. Bahaya sih, tapi kami suka cita saat itu. Sepanjang perjalanan Mungkin mamang becak kesusahan kali, hihi
Sampai di pasar kami beli bakso dan es campur di tempat paling terkenal dan satu-satunya di tempat kami. Bayangin, penjual bakso saja jaman dulu bisa dihitung jari di kampung halaman. Sayangnya, setelah sempat kebakaran sekarang tempat bakso kenangan kami sudah tidak ada. Oke kembali lagi ke cerita, setelah kenyang makan bakso dan es campur, sebelum pulang tak lupa kami membeli ice cream walls untuk kami makan di becak saat perjalanan pulang.
Nah, itulah beberapa kenangan Idul Fitri era 90-an yang saya alami. Sekarang sudah tak seramai dulu, kebiasaan anak-anak jaman sekarang pun tak sama seperti dulu. Bagi saya, kenangan tahun 90-an selalu menyenangkan dan tak pernah bosan untuk dibahas. 😊
Inget banget dulu Kalo tidur di malem lebaran pastinya ga bisa nyenyak, bentar-bentar liat jam ga sabar pen nyobain baju baru wkwk... Seseru itu lebaran dimasa itu.
ReplyDeletebeli baju baru di keluarga kami pas lebaran. jadi saat punya baju baru, senangnya bukan main. Semalaman gga bisa tidur buat menyambut hari lebaran.
ReplyDeleteBanyak juga mba belinya sampai 5 hehe
ReplyDeleteAku mentok beli 3 waktu kecil, itupun dipakainya hari lebaran dan setelahnya.
Momen mudik paling seru. Ntar tidur rame-rame di ruang tengah. Waktu kecil, aku sama sepupu juga pergi ke pasar buat belanjain angpao mba. Dan kami beli bakso. Hehhe..
ReplyDeleteMemang banyak kenangan lebaran di masa kecil, ketemu sepupu n nginep bareng di rumah nenek. Tapi kenapa setelah pada gede, lebarannya jadi kurang meriah.
ReplyDelete